Rabu, 02 Juni 2010

BUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheuma sp.)

Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau dikenal dengan sebutan lain seaweed. Salah satu dari jenis rumput laut yang sudah dibudidayakan secara intensif adalah Eucheuma sp di wilayah perairan pantai.

Hasil proses ekstraksi rumput laut banyak dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau sebagai bahan tambahan untuk industri makanan, farmasi, kosmetik, tekstil, kertas, cat dan lain-lain. Selain itu digunakan pula sebagai pupuk hijau dan komponen pakan ternak maupun ikan.

Dengan semakin luasnya pemanfaatan hasil olahan rumput laut dalam berbagai industri, maka semakin meningkat pula kebutuhan akan rumput laut Eucheuma sp. sebagai bahan baku. Selain untuk kebutuhan ekspor, pangsa pasar dalam negeri cukup penting karena selama ini industri pengolahan rumput laut sering mengeluh kekurangan bahan baku. Melihat peluang tersebut, pengembangan komoditas rumput laut memiIiki prospek yang cerah memiIiki nilai ekonomis yang penting dalam menunjang pembangunan perikanan baik kaitannya dengan peningkatan ekspor non migas, penyediaan bahan baku industri dalam negeri, peningkatan konsumsi dalam negeri maupun meningkatkan pendapatan petani/nelayan serta memperluas lapangan kerja.

Perencanaan pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia, masih banyak mengalami hambatan. Salah satu kendalanya adalah lokasi perairan yang kurang cocok bagi kegiatan budidaya laut dan juga data parameter kualitas perairan yang tidak sesuai. (Ahmad et al., 1995 dalam Sudrajat et al., 1995). Guna keberhasilan budidaya rumput laut, maka penentuan lokasi yang sesuai dengan kondisi perairan, jenis komoditas yang unggul, metode budidaya yang tepat dan dekat dengan pusat konsumen perlu menjadi perhatian.

PROSEDUR PELAKSANAAN

A. Pra Budidaya

1. Bibit

* bibit harus dipilih dan thallus yang muda, segar, keras, tidak layu dan kental.
* Berat bibit pada awal penanaman + 100 gram per ikat
* Bibit sebaiknya disimpan di tempat yang teduh dan terindung dari sinar matahari atau direndam di laut dengan menggunakan kantong jaring.

2. Konstruksi

Pada tahap pra-budidaya adalah mengenai pemasangan konstruksi budidaya dan bibit yang akan dibudidayakan pada konstruksi tersebut. Jenis metode budidaya yang digunakan adalah metode long line yaitu sebuah metode budidaya rumput laut yang menggunakan tali panjang yang kemudian dibentangkan dipermukaan perairan sebagai tempat untuk bibit rumput laut tersebut. Teknik budidaya rumput laut dengan metode ini menggunakan tali sepanjang 100 meter yang pada kedua ujungnya diberi jangkar dan pelampung besar, setiap 25 meter diberi pelampung utama yang terbuat dari drum plastik atau styrofoam. Pada setiap jarak 5 meter diberi pelampung berupa potongan styrofoam/karet sandal atau botol aqua bekas 500 ml dengan luasan area sebesar 30 x 100 m pada 1 blok (rencana akan dibuat 2 blok dengan ukuran yang sama).

Pada saat pemasangan tali utama harus diperhatikan arah arus pada posisi sejajar atau sedikit menyudut untuk menghindari terjadinya belitan tali satu dengan lainnya. Bibit rumput laut sebanyak 50 -100 gram diikatkan pada sepanjang tali dengan jarak antar titik lebih kurang 25 Cm. Jarak antara tali satu dalam satu blok 0,5 m dan jarak antar blok 1 m dengan mempertimbangkan kondisi arus dan gelombang setempat. Dalam satu blok terdapat 4 tali yang berfungsi untuk jalur sampan pengontrolan (jika dibutuhkan). Dengan demikian untuk satu blok wadah konstruksi budidaya dapat dipasang 60 tali, di mana setiap tali dapat di tanaman 400 titik atau diperoleh 24.000 titik, sehingga untuk 2 blok wadah konstruksi budidaya diperoleh 48.000 titik. Apabila berat bibit awal yang di tanaman antara 50-100 gram, maka jumlah bibit yang dibutuhkan sebesar 1.200 – 2.400 kg per 1 blok wadah konstruksi budidaya, sehingga untuk 2 blok wadah konstruksi budidaya diperlukan bibit sebesar 2.400 – 4.800 kg.

B. Budidaya

1. Sampling

Untuk mengetahui pertumbuhan rumput laut yang ditanam maka selama satu periode penanaman perlu dilakukan beberapa kali sampling. Sampling pertama dilakukan pada saat bibit akan ditanam untuk mengetahui berat awal. Sampling kedua dilakukan setelah tanaman berumur tiga minggu (21 hari). Sedangkan sampling ketiga dilakukan pada saat panen. Suatu kegiatan budidaya rumput laut dikatakan baik apabila laju pertumbuhan rata-rata per hari minimal 3 %. Untuk mengetahui presentase laju pertumbuhan perhari dapat menggunakan rumus:

2. Pemeliharaan

Memelihara rumput laut berarti mengawasi terus menerus, konstruksi budidaya dan tanamannya. Pemeliharaan dilakukan pada saat ombak besar maupun saat laut tenang. Kerusakan patok, jangkar, tali ris, dan tali ris utama yang disebabkan oleh ombak yang besar, atau daya tahannya menurun harus segera diperbaiki. Bila ditunda akan berakibat makin banyak yang hilang sehingga kerugian lebih besar tidak bisa dihindari. Kotoran atau debu air sering melekat pada tanaman, yaitu saat musim laut tenang. Pada saat seperti ini tanaman harus sering digoyang-goyangkan di dalam air agar tanaman selalu bersih dari kotoran/debu yang melekat. Kotoran yang melekat dapat menggangu proses metabolisme sehingga laju pertumbuhan menurun. Hal-hal yang harus dsilakukan dalam pemeliharaan adalah :

* Bersihkan tanaman dari tumbuhan dan lumpur yang mengganggu, sehingga tidak menghalangi tanaman dari sinar matahari dan mendapatkan makanan.
* Jika ada sampah yang menempel, angkat tali perlahan, agar sampahsampah yang menyangkut bisa larut kembali.
* Jika ada tali bentangan yang lepas ikatannya, sudah lapuk atau putus, segera diperbaiki dengan cara mengencangkan ikatan atau mengganti dengan tali baru.

C. Pasca Budidaya

1. Panen

Panen dilakukan setelah rumput laut mencapai umur lebih kurang 45 hari dengan hasil panen rumput laut basah sebesar antara 19.200 – 38.400 kg (asumsi 1 rumpun bibit menjadi 8 kali lipat saat panen), kemudian di kurangi dengan persediaan benih untuk musim tanam berikutnya sebanyak antara 2.400 kg – 4.800 kg (12,5% dari panen rumput laut basah). Maka hasil panen basah yang siap untuk dikeringkan sebesar antara 16.800 kg – 38.400 kg atau diperoleh hasil panen rumput laut kering 2.100 – 4.200 kg (konversi dari basah menjadi kering 8 : 1).

2. Pengeringan dan Pengepakan

Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan cara menggunakan alat pengering (oven) atau secara alami dengan mcnjemur dengan sinar matahari. Yang murah dan praktis adalah dengan cara dijemur dengan sinar matahari selama 2 -3 hari, tergantung kondisi panas matahari. Dalam penjemuran ini harus menggunakan alas, seperti para-para, terpal plastik dan lain-lain untuk menghindari tercampurnya rumput laut hasil panen dengan kotoran seperti pasir atau kerikil dan lain-lain. Langkah-langkah pengolahan menjadi bahan baku atau rumput laut kering adalah sebagai berikut :
* Rumput laut dibersihkan dari kotoran, seperti pasir, batu-batuan, kemudian dipisahkan dari jenis yang satu dengan yang lain.
* Setelah bersih rumput laut dijemur sampai kering. Bila cuaca cukup baik penjemuran hanya membutuhkan 3 hari. Agar hasilnya berkualitas tinggi, rumput laut dijemur di atas para-para di lokasi yang tidak berdebu dan tidak boleh bertumpuk. Rumput laut yang telah kering ditandai dengan telah keluarnya garam.
* Pencucian dilakukan setelah rumput laut kering. Sebagai bahan baku agar rumput laut kering dicuci dengan air tawar, sedangkan untuk bahan baku karagenan dicuci dengan air laut. Setelah bersih rumput laut dikeringkan lagi kira-kira 1 hari. Kadar air yang diharapkan setelah pengeringan sekitar 28%.Bila dalam proses pengeringan hujan turun, maka rumput laut dapat disimpan pada rak-rak tetapi diusahakan diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling tindih. Untuk rumput laut yang diambil karagenannya tidak boleh terkena air tawar, karena air tawar dapat melarutkan karaginan.
* Rumput laut kering setelah pengeringan kedua, kemudian diayak untuk menghilangkan kotoran yang masih tertinggal.

Setelah kering dan bersih dari segala macam kotoran maka rumput laut dimasukkan kedalam karung plastik untuk kemudian siap dijual atau disimpan di gudang. Pada waktu penyimpanan hindari kontaminasi dengan minyak atau air tawar. Proses penjemuran dan penyimpanan sangat perlu mendapat perhatian, karena meskipun hasil panennya baik akan tetapi bila penanganan pasca panennya kurang baik maka akan mengurangi kualitas rumput laut.

Kamis, 29 April 2010

Side Scan Sonar

1. Sejarah Teknologi Side Scan Sonar

Salah satu penemu side-scan sonar adalah ilmuwan Jerman, Dr Julius Hagemann, yang dibawa ke Amerika Serikat setelah Perang Dunia II dan bekerja di US Navy Mine Defense Laboratory, Panama City, FL dari tahun 1947 sampai kematiannya pada tahun 1964. Karyanya ini didokumentasikan di US Patent 4.197.591 yang pertama kali diungkapkan pada Agustus 1958, tapi tetap diklasifikasikan oleh US Navy sampai akhirnya dikeluarkan pada tahun 1980.

Teknologi Side Scan Sonar telah dikembangkan pada awal tahun 1960 oleh Dr.Harold Edgerton dari Massachusetts Institute of Technology. Beliau disana sebagai Professor di bidang teknik elektro. Sebelumnya Edgerton telah membuat alat high-speed flash photography pada tahun 1930-an. Dia menemukan bahwa fotografi elektrik tersebut tidak dapat bekerja dalam air, oleh karena itu dia mencoba mengganti denyut pulsa elektrik dengan pulsa akustik. Dengan mengirim energy pulsa akustik dan merekam hasil pantulannya, Edgerton mulai menarik tow dengan kapal dan membuat gambar secara berkelanjutan dari permukaan dasar laut. Pada tahun 1963, Edgerton menggunakan Side scan sonar untuk menemukan kapal Vineyard diteluk Buzzards, Massachusetts.

Selanjutnya pada tahun 1963-1967, bersama timnya yang di pimpin oleh Martin Klein membuat tow dengan system dual-channel dengan system side scan sonar untuk pertama kalinya. Alat ini telah menolong Alexander Mckfee untuk mencari Raja Henry VIII yang tenggelam bersama kapalnya Mary rose pada tahun 1967. (Tritech International Limited, 2008). Pada tahun yang sama Klein menggunakan sonar untuk membantu arkeolog George Bass menemukan kapal di lepas pantai Turki.

Pada tahun 1968 didirikan Klein Klein Associates, Inc dan terus bekerja pada perbaikan termasuk komersial pertama frekuensi tinggi (500 kHz) sistem dan yang pertama frekuensi dual side-scan sonars. Selanjutnya berkembang pabrikan atau Produsen Side scan sonar berfrekuensi tinggi antara lain: Raytheon, Northrop Grumman (sebelumnya Westinghouse), EdgeTech (sebelumnya EG & G), L-3/Klein Associates, JW Fisher Mfg Inc, Teknologi Imagenex Corp, RESON A / S, Sonatech Inc, Benthos (sonar sebelumnya yang dihasilkan oleh Datasonics), WESMAR, Marine Sonic Teknologi, Kongsberg Maritim, Geoacoustics, EDO Corp, Ultra Elektronik, Humminbird (Techsonic Industries Inc) dan Deep Visi Technologies.


2. Deskripsi Alat

Sonar merupakan teknik yang menggunakan perambatan g
elombang suara di bawah air digunakan untuk penunjuk arah, komunikasi atau mendeteksi kapal-kapal laut. Sistem sonar dapat diartikan sebagai penentuan posisi dengan metode akustik (acoustic location). Side-scan sonar adalah salah satu alat dengan prinsip sistem sonar yang digunakan secara efisien melihat penampaan dasar laut dengan area yang besar. Alat ini digunakan untuk pemetaan dasar laut untuk berbagai tujuan, termasuk penciptaan nautical charts, identifikasi maupun deteksi objek bawah air dan fitur bathimetri. Side scan sonar biasa digunakan untuk survei batimetri atau arkeologi maritim, dalam kaitannya dengan sampel dasar laut mampu memberikan pemahaman tentang perbedaan-perbedaan dalam material dan tipe tekstur dasar laut.


Gambar 1. Side Scan Sonar


Side scan sonar menggunakan perangkat yang memancarkan pulsa berbentuk kipas ke arah dasar laut di berbagai sudut tegak lurus terhadap lintasan dari sensor melalui air, yang dapat ditarik dari sebuah kapal permukaan atau kapal selam, atau dipasang pada kapal lambung. Side Scan Sonar mempunyai kemampuan menggandakan (menduplikasikan) beam yang diarahkan pada satu sisi ke sisi lainnya. Sehingga kita bisa melihat ke kedua sisi, memetakan semua area penelitian secara efektif dan menghemat waktu penelitian.

Penggunaan posisi dengan metode akustik telah digunakan jauh sebelum adnya teknologi radar. Sistem sidescan mengirimkan pulsa akustik pada suatu sisi dari receiver dan merekam amplitude energi balikan dari pulsa yang dipancarkan oleh sensor. Tiap pancaran pulsa, satu lajur kecil (sekitar 100 sampai 200 m ke tiap sisi) dari dasar laut dipetakan.Tiap pergerakan kapal, lajur ke lajur dipetakan. Pada dasar laut yang datar sempurna semua energi dipantulkan dari sesor sonar dan tidak ada sinyal yang terekam. Dalam faktanya, dasar laut tidak rata sempurna. Ketidakteraturan seperti bebatuan dan riak-riak air karena pantulan (backscatter) dari energi akustik, dan sistem dapat menyediakan informasi secara kasar keadaan dasar laut.

Citra hasil perkaman Side-scan sonar juga alat digunakan untuk mendeteksi puing-puing (objek pengamatan, contoh kapal karam) dan penghalang lain di dasar laut yang mungkin berbahaya untuk pengiriman atau untuk instalasi dasar laut oleh industri minyak dan gas. Selain itu, status pipa dan kabel di dasar laut dapat diselidiki dengan menggunakan sisi-scan sonar. Side-scan data yang sering diperoleh bersama dengan bathymetrik soundings dan sub-bottom profiler data, sehingga memberikan sekilas struktur dangkal dasar laut. Side-scan sonar juga digunakan untuk penelitian perikanan, pengerukan operasi dan studi lingkungan.


3. Presisi.

Side scan sonar dapat digunakan karena terdiri dari perangkat yang hardwere yang telah di program untuk memancarkan sonar ke suatu objek diperairan dan dapat diketahui pemerekamannya sengan softwere, karena itu SSS terdiri dari presisi berupa perangkat hardwere dan softwere.


Spesifikasi software :

Software dibuat mengunakan software Imagecraft development tools (ICC AVR) dengan bahasa C untuk softwere mikrokontroler ATMEGA16.


Gambar 2. Softwere DeepSea FV salah satu softwere untuk
visualisasi perekaman Side Scan Sonar

4. Mekanisme Kerja Side Scan Sonar

SSS menggunakan Narrow beam pada bidang horizontal untuk mendapatkan resolusi tinggi di sepanjang lintasan dasar laut (Klien Associates Inc, 1985). SSS menggunakan prinsip backscatter akustik dalam mengindikasikan atau membedakan kenampakan bentuk dasar laut atau objek di dasar laut (Russel, 2001 dalam Edi, 2009). Material seperti besi, bongkahan, kerikil atau batuan vulkanik sangat efisien dalam merefleksikan pulsa akustik (backscatter kuat). Sedimen halus seperti tanah liat, lumpur tidak merefleksikan pulsa suara dengan baik (backscatter lemah). Reflektor kuat akan menghasilkan pantulan backscatter yang kuat sedangkan reflektor lemah menghailkan backscatter yang lemah. Dengan pengetahuan akan karakteritik ini, pengguna SSS dapat menguji komposisi dasar laut atau objek dengan mengamati pengembalian kekuatan akustik (Tritech International Limited, 2008). Side Scan Sonar (SSS) dapat dipasang pada lunas kapal atau ditarik di belakang kapal. Ilustrasi pemasangan SSS menggunakan towed body dapat dlihat pada gambar 3 (a dan b).



Gambar 3. Pemasangan SSS pada tunas kapal.


2.3.1 Prinsip pendeteksian dan interpretasi

Side-scan sonar yang berfungsi sebagai penginderaan obstacle (halang rintang) menggunakan sensor ultrasonic atau piezoelektric tranducer.

Prinsip kerja dari piezoelektric tranducer adalah jika diberikan tegangan maka akan menghasilkan getaran dan getaran ini akan menjadi sumber suara yang memiliki frekuensi tinggi sering disebut ultrasonic, Bunyi frekuensi yang digunakan di sisi-scan sonar biasanya berkisar 40-500 kHz; (frekuensi yang lebih tinggi menghasilkan lebih baik resolusi tapi kurang jangkauan), atau jika piezoelektric tranducer di getarkan artinya menerima suara maka akan timbul charge yang dapat diartikan sebagai sumber tegangan. Hasil dari penerimaan tersebut yang kemudian dikuatkan menggunakan penguat op amp sehingga sinyal pantul yang diterima dapat dideteksi oleh ADC pada mikrokontroler, setiap perubahan amplitudo yang terjadi terhadap berubahan sinyal pantul/echo akan diteksi besar dan waktu diterimanya. Besar dan waktu yang diterima akan disinkronkan dengan posisi absolute dimana sonar ini diletakan maka akan menghasilkan bentuk peta terhadap lingkungan. Tampilan berupa jarak dan posisi benda berada akan dilihat pada PC melalui komunikasi serial dengan mikrokontroler sebagai pengolah dan pinyimpanan data, sehingga kita dapat melihat obstacle atau benda yang berada pada jangkauan sonar ini.

SSS mentransmisikan pulsa akustik secara menyamping terhadap arah perambatan. Dasar laut dan objek merefleksikan kembali (backscatter) gelombang suara pada system sonar. Instrumen SSS mendekati objek tiga dimensi dan menampilkan objek tersebut dalam bentuk citra dua dimensi. Oleh karena itu, SSS tidak hanya menampilkan objek, melainkan juga bayangan objek tersebut. Pembentukan objek bayangan SSS di ilusrasikan pada gambar 4 dibawah ini.


Gambar 4. Objek merefleksikan kembali (backscatter) dan pembentukan objek bayangan.



Gambar 5. Klasifikasi jangkauan signal/pulsa perekaman SSS.


Keterangan pada gambar 3 adalah sebagai berikut. (1) nilai kedalaman dari lintasan akustik, (2) sudut beam vertikal, (3) jarak akustik maksimum, (4) lebar sapuan lintasan dasar laut, (5) jarak SSS dengan permukaan air, (6) jarak pemisah antara port channel dan starboard channel, (7) lebar beam horizontal, (8) panjang bayangan akustik yang disesuaikan dengan tinggi target, (A) area sebelum pengambilan first bottom (pada daerah ini tidak ada suara yang dihamburkan dan ditandai dengan warna hitam), (B) dan (F) tekstur dasar laut, (C) sudut objek yang bersifat sangat memantulkan dengan intensitas yang paling terang, (D) objek yang memantulkan dan (E) bayangan dari target akustik (tidak ada pantulan disini)

Pengolahan data SSS terdiri dari dua tahapan, yakni real time processing dan post processing. Tujuan real time processing adalah untuk memberikan koreksi selama pencitraan berlangsung sedangkan tujuan post processing adalah meningkatkan pemahaman akan suatu objek melalui interprestasi (Mahyuddin, 2008 dalam Edi, 2009). Penelitian yang dilakukan ini, pengolahan datanya adalah post processing. Interpretasi pada post processing dapat dilakukan secara kulaitatif maupun kuantitatif. Interprestai secara kualitatif dilakukan untuk mendapatkan sifat fisik material dan bentuk objek, baik dengan mengetahui derajat kehitaman (hue saturation), bentuk (shape) maupun ukuran (size) dari objek atau target.


Gambar 6. Keadaan dasar perairan hasil rekaman SSS


4.1 Ketelitian

Gambar dasar perairan tampak seolah-olah air telah dihapus. Side scan sonar mampu membuat liputan perekaman dasar laut dari kedua sisi lintasan survey. Dalam kondisi laut yang tenang dan haluan kapal yang lurus, sonogram dapat memberikan gambar atau image yang sangat tajam dan rinci seperti layaknya sebuah foto.


4.2 Kelemahan

Penggunaan atau survey dengan side scan Sonar hanya dapat dilakukan diperairan kategori dangkal. Tiap pancaran pulsa, satu lajur kecil (sekitar 100 sampai 200 m ke tiap sisi). Dibandingkan alat lain yang memakai prinsip akustik seperti echosounder, Sub Bottom Profilier jangkauan pemerumannya SSS lebih kecil.


5. Penggunaan Side Scan Sonar (user).

Dalam melakukan suatu survey dengan menggunakan side scan sonar surveyor dapat memasang Side Scan Sonar (SSS) pada lunas kapal atau ditarik di belakang kapal. Ilustrasi pemasangan SSS menggunakan towed body dapat dlihat pada gambar 3 (a dan b). Side Scan Sonar tersambung dengan kabel (konduktor) ke PC yang berisi perangkat lunak untuk mengolah data dan memberikan hasil side scan (view) kepada operator sebagai kendali penuh agar mempermudah pengolahannya menggunakan menu pull-down dan ikon pada layar. Operator dapat mengubah warna, kisaran, dan kontrol lain dengan mengklik mouse.


Gambar 7. Perangkat Lunak untuk View data hasil rekaman SSS


Dengan komputer, gambar hasil perkaman SSS dapat disimpan dalam memori untuk pemutaran dan pengolahan pasca sewaktu-waktu di masa mendatang. Sebuah sistem GPS juga dapat terhubung ke komputer untuk mengambil posisi berkoordinasi hasil rekaman SSS. Setelah terhubung GPS kursor mouse dapat ditempatkan pada setiap objek di layar dan posisi koordinat akan ditampilkan. Sonar file dapat disimpan pada hard drive komputer atau DVD.



REFERENSI :

Hughes Clarke, J.E., 1997, A Comparison Of Swath Sonar Systems Demonstrated At The 1997 US/Canada Hydrographic Commission Coastal Multibeam Surveying Course http://www.omg.unb.ca/~jhc/uschc97/

Edi, B.P. 2009. Aplikasi Instrumen Akustik Multibeam dan Side Scan Sonar Di Perairan Sekitar Teluk Mandar Dan Selat Makasar. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor. Institut Pertanian Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.


Klien Associates, Inc. 1985. Side Scan Sonar Record Interpretation. New Hampshire. USA.


Russel, Ian. 2001. Basic Principles Of Hydrographic Surveying. Hydrographic Awarness. Seminar and Course: The Importance of Hydrographic Survey for Management and Development of The Coastal Zone; Jakarta, 24-27 April 2001


Tritech International Limited. 2008. Side Scan Sonar. http://www.starfishsonar.com/technology/sidescan-sonar.htm [28 Juni 2009]

http://mariez.blog.uns.ac.id Wednesday, September 30th, 2009